Telah kita ketahui bersama bahwa peristiwa proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 adalah efek domino dari rangkaian peristiwa-peristiwa sebelumnya.
Setidaknya pada perang dunia-II kubu fasis Jepang telah menyerahkan diri kepada kubu sekutu tanpa syarat pada tanggal 14 Agustus 1945, sebab kota Hirosima dan Nagasaki telah dibombardir oleh Amerika Serikat pada tanggal 6 dan 9 Agustus 1945.
Peristiwa tersebut menjadi titik balik situasi dunia, menjadi simbol berakhirnya perang dan masa kekosongan kekuasaan di Indonesia. Hal demikian menjadi sebab mengapa akhirnya Sukarno dan para pejuang mendapat celah untuk memproklamirkan kemerdekaannya.
Pada tanggal 14 Agustus ini menjadi simbol atas kebengisan para imprealis, kolonialis, dan para kapitalis yang meberangus hak-hak hidup manusia. Untuk itu, janganlah kita jemu untuk kemudian lupa pada kekejaman dan kepicikan mereka atas apa yang telah mereka lakukan pada masa lampau.
Anggota dan kader PMII mestilah mencatat hal ini, sebagai modalitas untuk meperjelas rute gerakan dalam perjuangan kelas. Sudah semestinya kita memperjelas dan menentukan siapa yang mesti kita sebut sebagai lawan dan kawan. Lawan kita adalah mereka yang berpihak pada garis-garis sekutu beserta perkembangannya kini, dan tentunya kawan kita adalah mereka yang tetap setia pada garis massa perjuaga rakyat. Lawan dan kawan kita janganlah terkerdilkan oleh suatu simbol organisasi; HMI, PMII kota atau kabupaten, atau semacamnya, justru kita mesti membasiskan pada orientasi gerak yang terestafetakan pada kekuatan besar dunia.
Kini ujung tombak dari penindasan imprealisme adalah lembaga resmi negara, yang direpresentasikan oleh birokrasi kampus, maka siapa saja organisasi yang tidak menjaga jarak dengan mereka dan cenderung tunduk demi berlangsungnya kekuasaan. Maka pastikan mereka adalah organisasi yang mesti kita definisikan sebagai lawan dan rayap penghancur amanah revolusi.
Tinggalkan Balasan