Untuk Demokrasi dan Mahasiswa Baru: Selamatkan Ospek Jurusan !

Dalam kebudayaan yang hidup di dalam lingkup perkuliahan, tentu kita kenal dengan agenda-agenda pengenalan budaya kampus yang diperuntukan kepada para mahasiswa baru. Biasanya agenda tersebut diselenggarakan dalam beberapa tingkatan, mulai dari tingkatan paling umum yakni kampus, fakultas, sampai dengan jurusan. Menyelenggarakan agenda ini adalah untuk sebagai instrumen mengenalkan kepada mahasiswa baru bagaimana kebudayaan serta apa saja yang ada ditengah-tengah mereka. Ini merupakan hal yang positif karena para mahasiswa baru akan dibekali peta dan pengetahuan tentang kampusnya, fakultasnya, maupun jurusannya sebelum kemudian mereka beraktifitas dikemudian hari.

UIN Sunan Gunung Djati Bandung adalah salahsatu kampus yang tidak pernah absen untuk menyelenggarakan agenda di atas tadi. Tiap-tiap angkatan baru akan merasakan apa itu Pengenalan Budaya Akademik Kampus (PBAK) ataupun Ospek Jurusan (Osjur) yang mana osjur ini memiliki nama yang beragam di tiap-tiap jurusan yang berbeda, kendati demikian nafas esensil mereka sama, yakni mengenalkan budaya jurusan sebagai bekal para mahasiswa baru.

Namun hal yang menjadi satu sorotan penting adalah harga yang cenderung memberatkan para mahasiswa baru. Hampir setiap tahun harganya terus naik, bahkan pada tahun 2024 terakhir seharga Rp500.000 s.d Rp600.000, bahkan pada tahun ini semakin naik lagi hingga menembus Rp700.000. Uang sebanyak ini digunakan untuk agenda selama tiga hari di luar kampus, biasanya mereka memilih untuk menyewa Villa besar untuk pelaksanaan agendanya.

Ini adalah fenomena yang hadir hampir tiap tahun, antara mahasiswa baru yang merasa keberatan dan kemudian protes, di sisi lain pihak stuktur HMJ/HMPS yang mempertahankan harga dengan cara meringankannya dengan cara menyicil. Ini adalah persoalan yang dinormalisasi oleh masyarakat kampus, ini adalah hal yang dibiarkan seakan adalah hal yang mesti terjadi dan memang mesti demikian.

Jika kemudian coba kita baca kembali melalui beberapa pandangan; politik, aksiologi, dan neo-marxisme tidaklah demikian mesti terjadi. Pertama, mari kita tarik hal ini melalui pandangan aksiologi, bahwa aksiologi terbagi menjadi dua kata yakni  axios : nilai, dan logos : ilmu. Maka ketika kita berbicara mengenai aksiologi berarti kita berbicara mengenai fungsi atau nilai guna suatu hal. Nilai keberadaan suatu hal atau agenda mesti kita klasifikasi menjadi beberapa tarikan, diantaranya; substansi, esensi, dan aksidensi. Esensi adalah intisari dari apa yang ada, yang kemudian diupayakan oleh substansi dengan berbagai corak atau kita sebut sebagai aksidensi. Esensi berada dalam kandungan substansi, jika salah satu perangkat dihilangkan akan merubah orientasi osjur maka kita akan kehilangan substansi dan esensinya. Namun ketika kita menghilangkan salah satu perangkat dan tidak merubah apapun dari orientasi maka yang kita hilangkan adalah aksidensinya saja.

Dalam konteks ini osjur adalah substansi untuk menggapai esensinya, yakni kenalnya mahasiswa baru dengan kebudayaan jurusannya. Mengenai tempat, perlengkapan forum, pengisian materi, konsumsi, atau semacamnya adalah bagian dari aksidensi. Maka kemudian tidaklah wajib dan tidaklah kita kehilangan esensi dan substansinya apabila kita melaksanakan osjur hanya dikampus dan tidak di Villa besar yang memakan banyak biaya.

Kedua, dalam pandangan neo-marxisme kita kenal dengan istilah yang dicanangkan oleh Louis Althusser tentang Ideologi State Aparatus (ISA) dan Represhif State Aparatus (RSA). Bahwa ISA dan RSA adalah dua perangkat negara untuk melancarkan agendanya, melalui hal yang halus dan terkesan resmi, serta melalui hal yang bersifat represif untuk memaksa rakyat untuk mengikuti kemauan negara. Nah pola ini hadir dalam kehidupan kampus. Dalam konteks osjur HMJ/HMPS sebagai pemerintah yang memerintahkan para mahasiswa baru untuk mengikuti agenda osjur, dengan beberapa keterangan seperti sertifikat osjur akan dijadikan sebagai syarat kelulusan, bahwa mahasiswa baru wajib mengikuti itu semua, narasi demikian adalah ISA-nya mereka yang berusaha menstimulus para mahasiswa baru untuk mengikutinya. Atau jika kemudian mahasiswa tetap tidak mengikutinya, maka perangkat RSA berupa mentor akan dikerahkan untuk memaksanya secara perlahan.

Ketiga, bahwa organisasi ekstra kampus yang berada di UIN Bandung menjadi motor keberjalanan stuktur intra kampus. Organisasi ekstra kampus tidak memiliki pasokan dana seperti organisasi intra kampus, maka organisasi ekstra berupaya bertahan hidup di dalam struktur intra. Bahwa sesungguhnya syarat kelulusan adalah tidak benar jika memerlukan sertifikat osjur, syarat kelulusan adalah hanya membutuhkan sertifikat PBAK, Tahsin-Tahfiz, TOEFEL-TOAFEL, dan ICT. Maka bisa kita katakan ini merupakan akal-akalan dari para pengurus HMJ/HMPS yang dimotori oleh organisasi ekstra yang sedang menguasai lembaga intra tersebut.

Maka atas dasar itulah, kami Pengurus Rayon PMII RFTK Cabang Kota Bandung untuk menuntut supaya osjur diselenggarakan di kampus dengan penjadwalan yang berkala, yang disesuaikan dengan fasilitas dan waktu yang tepat. Tuntutan ini tidaklah lain untuk kemudian menyelamatkan osjur itu sendiri dari money-politic  yang menghisap ekonomi para mahasiswa baru. Tuntutan yang kedua adalah jika kemudian ini tidak bisa untuk dilaksanakan dan memilih untuk tetap osjur di villa, maka kami meminta bahwa osjur itu tidak dihargakan lebih dari Rp300.000. Dengan tidak memberatkan para mahasiswa baru, ospek jurusan ini akan disambut dengan penuh antusias oleh para mahasiswa baru dan jika sebaliknya bahwa osjur memberatkan mahasiswa baru, maka pastikan gelombang protes akan terus hadir, ini akan merusak kondusifitas proses belajar para mahasiswa baru.


Comments

Satu tanggapan untuk “Untuk Demokrasi dan Mahasiswa Baru: Selamatkan Ospek Jurusan !”

  1. Avatar Wildan Mualana
    Wildan Mualana

    Wahh keren sekali sihhh, aku sampai kagum🔥🔥🔥🔥🔥

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *